Thursday, June 26, 2008

Konsekuensi Doa "Minta Jodoh"

Oleh : Reza Ervani (komunitas : http://groups.yahoo.com/group/rezaervani)

Bismilahirrahmanirrahiim

Di Al Quran Al Karim Surah Al Furqan ayat 74, ada doa orang yang beriman :

Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

Doa ini seringkali dilantunkan oleh mereka yang sedang mendambakan pasangan hidup.

Tapi ada bagian yang seringkali pula kita luput merenungkannya, yakni bagian "wajalna lil muttaqina imama" (Jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa).

Mari sejenak kita renungkan.

Doa yang dicantumkan dalam Al Quran diatas memiliki makna yang mendalam. Sesuai dengan bahasan kita kali ini, bolehlah rasanya kita bagi doa itu menjadi dua konsekuensi :

a. Konsekuensi pembentukan keluarga yang sakinah, mawaddah dan penuh rahmah

Ini yang seringkali disebut sebagai tujuan utama pembentukan keluarga, sebagaimana yang dicantumkan pula dalam Al Quran Al Karim :

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Al Quran Al Karim Surah Ar Ruum ayat 21).

Konsekuensi pertama ini menuntut kita untuk belajar terus, mentarbiyah diri dan istri, juga anak, agar dapat terhindar dari kesalahan-kesalahan fatal, yang menyebabkan keluarga hilang visi dan misinya.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Al Quran Al Karim Surah At Tahrim ayat 6)

b. Konsekuensi teladan dan kepemimpinan ummat (keluarga da'wah)

Ternyata ada satu lagi konsekuensi dari doa itu.

Setelah dianugerahi seorang pasangan, maka tidak serta merta tanggung jawab kita selesai. Ada tanggung jawab lain ternyata, yakni KETELADANAN.

"Kamu semua adalah da'i sebelum (profesi) lainnya"

Demikian ujar sebuah jargon da'wah.

Seorang suami, ternyata harus belajar bagaimana menyeimbangkan antara tuntutan haknya sebagai seorang suami dengan kewajibannya memberikan kesempatan bagi sang istri untuk beraktivitas dan berkembang. Begitu juga seorang istri, harus pandai betul, menselaraskan antara hak untuk mengembangkan diri dan kewajibannya sebagai seorang ratu rumah tangga.

Keseimbangan itu akan membuahkan manfaat keluarga untuk sekelilingnya. Manfaat itulah yang disebut dengan da'wah.

"Sebaik-baik kalian adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain", demikian sabda junjungan Rasulullah Muhammad saw.

Perkataan seorang suami,"Ah, capek … saya kan sudah banting tulang mencari nafkah …" tidak akan muncul jika ia menyadari betul konsekuensi ganda dari doa yang ia lantunkan ketika meminta seorang pasangan kepada Sang Kholiq.

Juga perkataan seorang istri,"Abi … Umi kan masih capek, bikin sendiri aja gih …", pun tidak akan muncul jika ujung dari do'a itu dipahami dengan seksama.

Fungsi ganda keluarga muslim inilah yang menyebabkan ia berbeda dari sistem keluarga yang biasanya. Keluarga yang hanya berorientasi dapur, sumur, kasur tidak akan mampu memberikan efek kesholihan sosial.

Konsekuensi "lil muttaqina imama" ini juga menuntut kebijaksanaan yang lebih ketika memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan keluarga, karena ada pertimbangan keummatan yang masuk ke ranah pengambilan keputusan tersebut. Sesuatu yang menurut pertimbangan baik untuk keluarga, tetapi tidak baik untuk ummat, bisa menyebabkan keputusan itu gugur dilaksanakan. Sebaliknya pula, jika apa yang dipikirkan baik untuk ummat ternyata tidak berdampak positif buat keluarga, tak boleh pula dipaksakan untuk tetap dijalankan.

Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.

Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.

(Al Quran Al Karim Surah Ar Rahman ayat 8 – 9)

Fungsi ganda ini membutuhkan pembiasaan dan pembelajaran. Pasti ada lelah di saat-saat awal, karena inilah bagian dari tarbiyah keluarga itu. Jika nanti fungsi ganda keluarga yang merupakan konsekuensi doa kita ketika meminta pasangan itu tercapai, maka cita-cita menjadi ustadziatul `alam (guru bagi semesta) itu Insya Allah akan tercapai.

Allahu `Alam

Bangka Barat – Bandung, Jumat 23 Jumadil Akhir 1429 H

Monday, June 02, 2008

Ideologi Penulis
Oleh : Reza Ervani

Jadi pengarang apa ?
Barangkali tuan sangka akan lebih mudah lagi jika mengarang soal-soal agama.
Itupun bukan sedikit kesulitannya. Sebab pengarang itu harus bebas dari taklid harus berpendirian sendiri, walaupun berlawanan dengan mazhab dan ulama yang dahulu. Sebab yang dinantikan orang dari seorang pengarang, bukan gramofon fikiran orang lain tetapi pendapatnya sendiri.

"Tentukanlah tujuan hidup, dan berjuanglah untuk mencapainya !!!"

(Buya HAMKA, Kenang-kenangan Hidup halaman 124)


Penulis tanpa ideologi adalah penulis tanpa tenaga
Khayalnya terbang kemana-mana
tetapi kakinya tak pernah berpijak pada ruang dan waktu yang nyata
yang tertinggal hanya prolog, alur dan epilog sebuah cerita
mungkin sempurna secara bahasa
tapi hampa tanpa daya
Tulisan adalah duta ideologi Sang pujangganya.
Di balik katanya tersimpan seruan lembut yang tak terdengar oleh telinga
tapi mampu menyusup ke selongsong dada
dan menggetarkan dawai-dawainya
dari dalam jiwa
Kata yang terangkai adalah pedang sang penyairnya
Ia mampu robohkan ribuan benteng perkasa
tanpa harus lontarkan meriam kearahnya
ia gelisahkan jenderal lawan nan digdaya
tanpa harus kumpulkan pasukan di sekelilingnya
Yang dipegang seorang sastrawan bukanlah pena kecilnya
tapi ideologi besarnya …
Semakin tinggi keyakinannya,
semakin luas pula cakrawala paparannya
Tulisan-tulisan yang muncul dari celupannya
mampu membasahi gersang hati yang merindu nasehat sempurna
mampu lahirkan air mata
bahkan kerelaan berkorban serahkan harta dan nyawa
Jiwa teguh itu digambarkan kitab suci dengan sebuah perupa
Kamatsalil jannah bi rabwatin ashoobahaa
Waabilun fa-aatat ukulahaa
Dhi'fayni
Fa inlam yushibhaa
Waabilun fathal
Semisal kebun rimbun di dataran tinggi
Tersiram hujan lebat
Buahnya dua kali lipat

Jika tak ada hujan
Gerimis dan embunpun mencukupi
Rangkaian kalimat kokoh itu berdiri di atas keyakinan ideologi seorang penulis
Wallahu ta'maluuna bashir

Allahu `Alam

Bandung, 28 Jumadil Ula 1429 H
Ditulis sebagai ucapan terima kasih kepada Bapak Mif Baihaqi, Ketua Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia atas pengantar indahnya dibuku "Ada Cinta di Masjidku"